Senin, 09 April 2012

Teka-Teki Sigale-gale

Penulis: Adela Eka Putra Marza
Sumber: www.lenteratimur.com
Sebuah boneka berubah menjadi cerita yang sangat mistis. Dan dia hidup dalam benak masyarakat di Batak Toba. Bahkan sungguh sebuah keajaiban, boneka itu bisa menari-nari sendiri. Pun menangis. Sigale-gale, begitu nama boneka itu disebut. Masyarakat tak ada yang tak mengenal boneka ini. Ceritanya penuh teka-teki. Kisahnya berlangsung lama, sejak sekitar 350 ratusan tahun yang silam.
Boneka itu, seperti dikisahkan Ropendi Sidabutar
, salah seorang tokoh masyarakat Batak Toba, adalah seorang anak raja. Dahulu kala, hiduplah seorang raja bernama Si Raja Rahat. Dia adalah seorang raja dari salah satu kerajaan di Pulau Samosir yang dikelilingi Danau Toba di Sumatera Utara kini. Si Raja Rahat memiliki seorang putra tunggal bernama Si Raja Manggale.
Suatu ketika, sang raja mengirim putranya untuk berperang. Namun tak dinyana, Si Raja Manggale tumbang di medan perang. Tragisnya lagi, mayatnya tak ditemukan. Si Raja Rahat sedih kehilangan putra semata wayang yang akan mewarisinya kerajaannya, tersungkur melawan musuhnya. Raja pun akhirnya jatuh sakit, karena selalu menangisi kepergian Si Raja Manggale.
Melihat rajanya sakit, para tetua adat pun berusaha mengobati Si Raja Rahat agar sembuh kembali. Namun, tak satu pun dukun yang bisa menyembuhkannya hingga kemudian terbetiklah ide untuk menghidupkan kembali Si Raja Manggale. Dipanggillah seorang dukun besar. Tapi, usaha tersebut tak juga berhasil. Si Raja Manggale tetap tidak bisa hidup kembali.
Akhirnya, untuk mengobati kesedihan Si Raja Rahat, dibuatkanlah boneka dari kayu yang menyerupai Si Raja Manggale. Kemudian digelar pesta untuk merayakannya. Oleh sang dukun, roh Si Raja Manggale pun dipanggil untuk masuk ke dalam raga boneka. Dengan kepercayaan sipele begu, boneka pun dapat menari sendiri tanpa bantuan alat apapun.
Selama tujuh hari tujuh malam, boneka tersebut bisa menari sendiri. Si Raja Rahat pun senang mendapatkan pengganti Si Raja Manggale. Perlahan dia sembuh kembali. Sejak saat itulah, orang Batak menyebut boneka tersebut dengan nama Sigale-gale, yang dalam bahasa Batak berarti “si lemas-lemas”.
Untuk Pertunjukan
Lebih 350 tahun kemudian, Sigale-gale masih tetap hidup di Tanah Batak. Tak jauh dari pinggir Danau Toba di Desa Tomok, Pulau Samosir, musik khas Batak terdengar mengalun dari gondang (gendang Batak). Sebuah boneka lengkap dengan selembar ulos di pundaknya, tanpa aba-aba, tiba-tiba bergerak sendiri.
Boneka itu menari tor-tor mengikuti irama gondang hingga menangis bercucuran air mata, seperti menangisi sesuatu yang begitu membuatnya pilu. Seiring dengan berhentinya musik, boneka itu pun perlahan-lahan mengakhiri tariannya. Dan dia pun diam kembali seperti halnya sebuah boneka. Sedikit pun tak ada tanda-tanda kehidupan.
Begitulah pertunjukan Sigale-gale. Legenda yang hingga saat ini masih melekat dalam kehidupan orang Batak, walaupun tak lagi sebagai sebuah ritual, seperti yang selama ini diyakini oleh para leluhurnya. Sigale-gale sekarang sudah tanpa mantra-mantra lagi, melainkan dimainkan oleh seorang pangurdot (pemain Sigale-gale), dan tidak semua Sigale-gale bisa menangis.
Ropendi Sidabutar yang juga pemimpin Grup Sigale-gale Sadar di Tomok, mengaku tidak mengetahui persis sejak kapan legenda ini muncul.
“Tidak tahu jelas kapan kejadiannya. Namun, menurut legenda, kira-kira sekitar 350 tahun yang silam,” kata Ropendi.
Selain itu, Ropendi juga menuturkan bahwa ada juga sosok boneka perempuan yang kabarnya merupakan pendamping Sigale-gale. Boneka perempuan ini dibuat karena Si Raja Manggale belum menikah hingga dia meninggal di medan perang. Boneka tersebut dapat dijumpai di Museum Hutabolon Simanindo, sekitar 25 kilometer atau sekitar dua puluh menit dari Tomok. Kedua boneka Sigale-gale itu khusus dipertunjukkan untuk turis-turis mancanegara.
Boneka Menangis
Rasman Turnip, salah seorang pemahat Sigale-gale di Tomok, sempat mengungkapkan ihwal kisah rahasia tangisan Sigale-gale. Meskipun awalnya Rasman agak berat untuk menceritakannya. Mungkin karena inilah yang menjadi rahasia utama penampilan Sigale-gale.
“Hal tersebut masih bisa dibuat, tapi susah. Caranya diberi air dalam plastik di kepalanya. Kemudian ditarik pakai tali dari belakang. Baru air matanya keluar,” kata Rasman. Rasman sendiri sudah mulai memahat patung Sigale-gale sejak tahun 1979. Rahasia itu juga yang selama ini dipertahankan oleh para pemahat Sigale-gale dan pangurdot. Meski begitu, pembuatan Sigale-gale tetap memiliki cerita mistis. Biasanya dilakukan upacara dengan memanggil dukun untuk menentukan hari baik dan memilih pemahat. Kemudian dicarilah pohon nangka dan ingul, bahan utama untuk Sigale-gale di sebuah hutan yang diyakini sebagai hunian begu (tempat roh orang yang sudah meninggal).
Disiapkan pula pulu (sesajian) untuk tondi (roh) penghuni hutan tadi, agar si pemahat tidak jatuh sakit selama mengerjakan Sigale-gale. Setelah semua ritual dilaksanakan, si pemahat pun memulai pekerjaannya membuat Sigale-gale. Tragisnya, setelah selesai mengerjakannya, si pemahat akan meninggal dunia seakan-akan menjadi tumbal untuk Sigale-gale.
Tarian yang dilakukan oleh Sigale-gale tanpa bantuan alat apapun itu muncul setelah dibacakan mantra oleh dukun. Orang Batak Toba dulu meyakini Sigale-gale dapat menari sendiri karena dimasuki roh orang yang telah meninggal. Makanya, boneka ini bisa menangis karena adanya roh tadi.
Tanpa Ritual Lagi
Namun, menurut Rasman, sekarang tak ada lagi ritual pembuatan Sigale-gale seperti itu. Biasanya dia akan langsung mencari pohon ingul untuk badan Sigale-gale dan pohon nangka untuk kepalanya. Lalu, pekerjaan memahat pun sudah bisa dimulai. Kalau rutin dikerjakan, dalam satu bulan akan selesai. Jika dikerjakan oleh dua atau tiga orang, malah bisa selesai dalam dua minggu.
Pekerjaan tersulit biasanya saat membuat kepala Sigale-gale. Pohon nangka yang menjadi bahan dasar kepala Sigale-gale harus dikorek dulu hingga dalam. Ini dilakukan untuk membuat rongga mata dan lidahnya, karena mata dan lidah Sigale-gale harus dapat bergerak.
“Mengukir bentuk Sigale-gale juga sulit,” tambah pemahat yang sudah membuat tiga boneka Sigale-gale itu.
Untuk pakaian, biasanya digunakan bahan yang berwarna hitam. Sedangkan ulosnya menggunakan ulos ragihotang untuk selendang dan ulos sibolang untuk sarung. Ulos ini merupakan ulos yang dipakai sehari-hari dalam sebuah kerajaan. Setelah semuanya siap, Sigale-gale pun siap beraksi, menari, dan menangis mengikuti irama gondang.
Tak sulit menemukan pertunjukan Sigale-gale di Pulau Samosir. Selain pertunjukan Sigale-gale Grup Sadar dan Museum Hutabolon, ada Grup Saroha pimpinan M. Sidabutar, tak jauh dari kompleks makam Raja Sidabutar yang juga dikenal sebagai seorang penguasa di Pulau Samosir. Total ada tiga boneka Sigale-gale yang bisa ditonton.
Dengan bayaran tertentu, biasanya Rp. 60 ribu untuk tiga tarian, Anda dapat menyaksikan Sigale-gale menarikan tarian gondang mula-mula, gondang mangaliat, dan gondang hasahatan sitio-tio selama lima belas menit. Pertunjukan ini biasanya dimainkan oleh satu orang pangurdot dengan menggunakan musik dari rekaman kaset audio.
Selain itu, Anda juga dapat memesan pertunjukan yang lebih eksklusif, dengan iringan alat musik Batak, seperti gondang sabangunan dengan alat musiknya tagaming, ogung, sarune, dan hesek, serta diiringi juga oleh 10 pe-nortor lainnya. Namun bayarannya tentu saja lebih tinggi, sekitar 2 juta untuk sekali pertunjukan. Mahal memang untuk sebuah pertunjukan, karena Sigale-gale ini adalah gambaran situasi yang terjadi pada masyarakat Batak tentang kebudayaan mereka di masa yang lampau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...